Zakat Profesi, Apakah 2,5% atau Lebih..?

Dari sekian banyak solusi Islam tentang persoalan Ekonomi dan kesejahteraan umat, salah satunya adalah zakat profesi, walaupun perkara ini merupakan salah satu kasus baru dalam ranah fiqh Islam. Secara Khusus mengenai zakat profesi ini dapat ditetapkan hukumnya berdasarkan cakupan Firman Allah, Q.S. Al-Baqarah:267, yang artinya: 
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang telah Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”.

Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan cara mengeluarkan zakat profesi. Dalam hal ini kami lebih menguatkan pendapat yang mengqiyaskan zakat profesi ini dengn zakat pertanian, artinya Artinya setiap orang yang mendapatkan gaji dari profesinya langsung dikeluarkan zakatnya, tanpa menunggu satu tahun terlebih dahulu, asalkan telah mencapai nishob.

Nishob zakat pertanian ditetapkan berdasarkan timbangan berat hasil panen tanaman pada setiap kali panen dilakukan. Dan nisab hasil panen itu adalah seberat 5 wasaq, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسَاقٍ مِنْ تَمْرٍ وَلاَ حَبٍّ صَدَقَةٌ
Hasil tanaman kurma dan habbah (gandum) yang kurang dari 5 wasaq tidak ada kewajiban shadaqahnya (zakat). (HR. Muslim dan Ahmad) .

Persoalannya kemudian Berapa Rupiah nilai 5 wasaq tersebut jika dikonversi ke mata uang kita, agar dapat dijadikan rujukan yang kredible dengan landasan legalitas yang valid?

Istilah wasaq (وسق) di masa Nabi khususnya di Madinah adalah volume suatu makanan. Ada sebuah hadits yang menjelaskan nilai satu wasaq :
الوَسَقُ سِتُّونَ صَاعًا
Satu wasaq itu sama dengan 60 shaa' (HR.Abu Daud)

Sehingga perhitungannya sebagai berikut:

1 wusuq = 60 sho’
1 sho’ = 2,5 kg.
Sehingga 5 wasaq : 5 x 60 x 2,5 kg = 750 kg.

Jika merujuk QS. Al-A’raf: 141 tentang keharusan menunaikan kewajiban zakat pada saat mengetam (panen), maka 750 kg tersebut adalah bulir gabah segar yang baru saja dipanen (bukan gabah kering siap giling).

Kalikanlah dengan harga terkini: 750 kg x Rp 6000,- (harga saat artikel ini ditulis) = Rp 4.500.000,-

Nah, setiap orang yang berpendapatan kotor minimal Rp 4.500.000, wajib mengeluarkan zakat sebesar 5 % atau 10 %.  Lho kok bukannya 2,5 % ? Ya Jangan lupa perbincangan kita tentang zakat profesi, maka menurut hemat Kami harus diqiyaskan ke “profesi” pula merujuk hadits
فِيمَا سَقَتِ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ وَمَا سُقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ
Tanaman yang disirami langit dan mata air atau atau mengisap air dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh. Sedangkan tanaman yang disirami zakatnya adalah setengah dari sepersepuluh (1/20). (HR Bukhari)

Adapun 2,5 %, ini bagi harta simpanan yang merujuk pada emas dan perak, karena itu perlu haul (tepat satu tahun kepemilikan). Apakah Zakat profesi perlu haul? Tidak, merujuk QS. 6: 141 “Dan tunaikanlah zakatnya pada hari menuainya”. Jadi kapan saja si petani atau pekerja memperoleh hasil atau keuntungan dan sudah mencapai nishob, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 5 % atau 10 %.

Timbul suatu permasalahan, “Bagaimana kalau gaji telah mencapai satu nishob, tetapi dipotong angsuran rumah dan kendaraan, akhirnya pas-pasan untuk biaya hidup. Apakah juga wajib berzakat..?”

Bila kita merujuk pendapat jumhur salaf, Teknis penghitungan zakat pertanian (Profesi) tidak mengenal pengurangan nilai hasil, entah untuk biaya modal ataupun untuk keperluan hidup. Berapapun berat timbangan hasil panen itu, maka dari total hasil timbangan panen itulah dikeluarkan zakatnya sekian persen. Jadi Nishob tersebut dihitung dari pendapatan kotor, legalitasnya merujuk pada beberapa dalil, yaitu:

a). QS. 3 : 133 :“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rab-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit……….”

b). QS. 6: 141.“………dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetik hasilnya.”

Dan urf / Tradisi yang berjalan di masyarakat juga merujuk pada ayat ini. Ketika para kyai dulu menetapkan perpuluhan kepada para petani saat panen, yaitu setiap sepuluh ikat padi diserahkan biasanya kemasjid jami’ satu ikat, tidak dipotong lebih dulu untuk harga pupuk, bibit, biaya garap, maupun keperluan harian petani, dsb.

c). - Tinjauan bahasa: Zakaa - yazkuu - zakaatan → artinya tumbuh dan berkembang. Orang yang berzakat tidak akan pernah miskin karena dipotong hartanya untuk zakat. Firman Nya :”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2 : 261).
Share on Google Plus

Bersama Khadimul Ummah

"Berbagi Tuk Sesama Tak Harus Menunggu Kaya"

0 komentar:

Posting Komentar